Hubungan
Presiden dengan DPR
dalam
Sistem Presidensial menurut UUD 1945
Oleh
:
Dian
Misgi Veronica
P27834012041
Jurusan
Analis Kesehatan
Poltekkes
Kemenkes Surabaya
Tahun
Ajaran 2012-2013
Kata
Pengantar
Puji dan syukur
saya panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan kasih karunia-Nya kepada saya sehingga saya
dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi nilai pada mata kuliah “Sistem
Pemerintahan
Indonesia” yang
mengacu pada dasar pasal 7c Undang-undang Dasar 1945.
Kami
mengucapkan terima kasih kepada Dosen pengampu mata kuliah teori
yang memberikan saya kesempatan untuk melaksanakan tugas makalah
dengan baik serta pihak yang terlibat dalam pengembangan materi
makalah ini.
Penulis sadar dalam
penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan
oleh sebab itu
penyusun mengharapkan saran yang membangun agar dapat menjadi acuan
dalam penyusunan makalah yang akan datang. Semoga makalah ini dapat
memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.Walaupun makalah
ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan
kritiknya. Terima kasih
Surabaya, 09 November 2012
Penyusun
Daftar Isi
Kata
Pengantar …………………………………………….. 2
Daftar
Isi …………………………………………….. 3
Bab 1
Pendahuluan
1.1 Latar
belakang …………………………………………….. 4
1.2 Rumusan
masalah ……….......................................................... 5
1.3
Tujuan ….................................................................. 5
Bab 2
Landasan Teori
2.1
Pengertian ….................................................................. 7
hubungan
antara
Presiden dengan DPR
….................................................................. 7
Bab 3
Pembahasan
3.1
kasus ….................................................................. 12
Analisa kasus
terkait
antara teoi dan kenyataan…………………………………………………. 16
Bab 4
Penutup
4.1
Kesimpulan …………………………………………….. 19
4.2 Kritik dan saran …………………………………………….. 19
Daftar
Pustaka ….................................................................. 20
BAB
1
Pendahuluan
Latar
Belakang
Seperti layaknya
negara Amerika Serikat, sistem pemerintahan Republik Indonesia juga
tidak lepas dari pengaruh teori trias politica. Dimana terjadi
pemisahaan kekuasaan antara lembaga eksekutif, lembaga yudikatif,
serta lembaga legislatif. Sistem pemerintahan Republik Indonesia
adalah menganut sistem pemerintahan presidensiil yang berbentuk
republik. Dalam sistem pemerintahan ini, presiden mempunyai hak untuk
mengangkat dan memberhentikan para menteri sebagai pembantunya dalam
menjalankan pemerintahan.
Dengan adanya
amandemen UUD 1945 akan semakin menegaskan pembagian kekuasaan
(division power) yang berlaku di Indonesia. Seperti layaknya yang
tertuang dalam teori trias politica, pembagian kekuasaan pada sistem
pemerintahan Indonesia juga dipisahkan secara tugas dengan daftar
kewenangan yang jelas. Sistem pemerintahan Indonesia didasarkan pada
hukum yang berlaku. Ini berarti bahwa Republik Indonesia adalah
negara hukum. Dengan kata lain hukum akan melindungi segenap bangsa
dan rakyat Indonesia untuk mencapai tujuan negara, mencapai
masyarakat yang adil dan makmur
Sebagai penganut
sistem pemerintahan presidensiil, di Republik Indonesia juga berlaku
keadaan dimana kedudukan presiden dan parlemen adalah setara.
Parlemen dalam hal ini adalah DPR. Presiden tidak bisa membubarkan
DPR, begitu juga sebaliknya, DPR tidak bisa memberhentikan Presiden
di tengah masa pemerintahan, karena masa jabatan presiden adalah lima
tahun. Namun, sistem pemerintahan presidensiil Republik Indonesia
berbeda dengan sistem pemerintahan presidensiil yang berlaku di
negara-negara lain. Sistem pemerintahan Republik Indonesia menyatakan
bahwa kedaulatan rakyat sepenuhnya dilaksanakan oleh MPR. Sementara
itu, seluruh anggota DPR juga merupakan anggota MPR.
Selama ini yang terjadi pada sistem pemerintahan Republik Indonesia,
eksistensi seorang presiden akan sangat tergantung pada penilaian dan
pengawasan yang dilakukan oleh DPR atas kinerja serta performance
pemerintahan yang dijalankan. Ini berarti bahwa stabilitas
pemerintahan akan sangat tergangtung dari dukungan politik parlemen
(DPR).
Demokrasi sebagai
sistem pemerintah dari rakyat, dalam arti rakyat sebagai asal mula
kekuasaan negara sehingga rakyat harus ikut serta dalam pemerintahan.
Suatu pemerintahan dari rakyat haruslah sesuai dengan filsafat hidup
rakyat itu sendiri yaitu filsafat pancasila, dan inilah dasar
filsafat demokrasi Indonesia.Oleh karena itu, di dalam kehidupan
kenegaraan yang menganut sistem demokrasi kita selalu menemukan
adanya Supra Struktur Politik dan Infra Struktur Politik sebagai
komponen pendukung tegaknya demokrasi. Dengan menggunakan konsep
Montesquiue maka Supra Struktur Politik meliputi lembaga Eksekutif,
Legislatif, dan Yudikatif. Untuk negara – negara tertentu masih
ditemukan lembaga-lembaga negara lain, misalnya negara Indonesia
dibawah sistem Undang – Undang Dasar 1945
Menurut Dr. Kaelan, M.S. dalam bukunya ‘ Pendidikan Pancasila ‘
baik antara supra struktur maupun infra struktur yang terdapat dalam
sistem ketatanegaraan masing-masing saling mempengaruhi dan terdapat
hubungan untuk saling mengendalikan pihak lain. Mekanisme interaksi
ini dapat dilihat dalam proses penentuan kebijaksanaan umum atau
menetapkan keputusan politik.
Dalam
makalah ini, penulis menganalisis apakah terdapat hubungan antara
lembaga – lembaga kenegaraan khususnya antara presiden dengan MPR
dan DPR, serta bagaimana dan dalam bidang apakah hubungan tersebut.
Selain itu juga penulis menganalisis bagaimana pengaruh hubungan
tersebut di dalam kehidupan ketatanegaraan Indonesia. Untuk
mengetahui lebih lanjut sejauhmana analisis dan jawaban – jawaban
atas masalah – masalah tersebut, maka hasilnya akan dituangkan
dalam bentuk makalah dengan judul “ Hubungan Presiden dengan DPR
dalam Sistem Presidensiil Menurut UUD 1945 “.
Rumusan
Masalah
Sesuai dengan uraian pada latar belakang penulisan di atas, maka
masalah pokok di dalam penulisan ini dapat diidentifikasi sebagai
berikut :
1. Bagaimana
sistem pemerintahan Presidensil menurut UUD 1945 ?
2. Apa saja
lembaga – lembaga negara menurut UUD 1945 ?
Apakah hubungan
antara presiden dengan MPR dan DPR ?
Tujuan
Tujuan penulisan
ini adalah untuk :
Mengetahui
bagaimana sistem pemerintahan Presidensiil yang dianut Indonesia
menurut UUD 1945.
Menganalisis
hubungan – hubungan antara Presiden dengan DPR yang saling
berkaitan satu sama lain dalam menjalankan tugasnya.
Mengetahui
akibat dari hubungan tersebut di dalam kehidupan ketatanegaraan
Indonesia.
Mengetahui tata
kekuasaan lembaga eksekutif dan legislatif menurut UUD 1945.
BAB
2
Landasan
teori
2.1 Pengertian
berdasarkan pada pasal 7C Undang-undang Dasar 1945 menyatakan bahwa
“ Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan
Perwakilan rakyat.”
Presiden tidak bertanggungjawab ke-pada Dewan Perwakilan
Rakyat.Kedudukan Presiden dengan DPR adalah neben atau sejajar. Dalam
hal pembentukan undang-undang dan menetapkan APBN, Presiden harus
mendapat persetujuan dari DPR. Oleh karena itu, Presiden harus
bekerja sama dengan DPR. Presiden tidak bertanggungjawab kepada
Dewan, artinya kedudukan Presiden tidak tergantung dari Dewan.
Presiden tidak dapat membu-barkan DPR seperti dalam kabinet
parlementer, dan DPR pun tidak dapat menjatuhkan Presiden.
2.2 Hubungan
antara Presiden dengan DPR
Alur
berpikir seperti terurai di atas dapatlah membantu kita untuk
memahami mengapa Presiden menurut UUD 1945 (sebelum amandemen) itu
memiliki kekuasaan yang luar biasa besar. Hal ini dapat dimengerti,
sebab Gouverneur Generaal, yang kekuasaannya ditiru oleh UUD 1945
dalam bentuk kekuasaan Presiden itu, adalah viceroy Belanda. Di
tangan Gouvernuer Generaal-lah, kekuasaan tertinggi atas Hindia
Belanda itu terletak. Atas dasar itulah maka dapat dimengerti bahwa
Presiden menurut UUD 1945 (sebelum amandemen) itu relatif omnipotent.
Di lain pihak, DPR
yang merupakan turunan Volksraad-pun tidak dapat melepaskan diri dari
sifat-sifat Volksraad itu sendiri. Volksraad pada masa penjajahan
Belanda itu dibentuk sebagai ‘wakil’ rakyat Hindia Belanda, yang
berhadapan dengan Gouverneur Generaal yang mewakili Mahkota Belanda
itu. Fungsi Volksraad dengan demikian pertama-tama adalah sebagai
lembaga pengawas pemerintahan kolonial Hindia Belanda, bukan sebagai
lembaga legislatif. Lembaga legislatif Hindia Belanda tetaplah
Gouverneur Generaal itu sendiri. Pola hubungan ini diikuti oleh UUD
1945 (sebelum amandemen). DPR pertama-tama adalah lembaga pengawas
Presiden, dan bukan lembaga legislatif. Lembaga legislatif menurut
UUD 1945 adalah Presiden (bersama dengan DPR).
Namun dalam
Sidangnya pada tanggal 19 Oktober 1999 MPR membatasi kekuasaan
Presiden, dan mengalihkan kekuasaan legislatif dari Presiden bersama
DPR tersebut kepada DPR (bersama Presiden). Konstruksi konstitusional
ini lebih mirip dengan konstruksi model Inggris. Kekuasaan legislatif
di Inggris sepenuhnya ada di tangan Parliament, meskipun pengesahan
secara nominal tetap ada di tangan Raja. Presiden dengan demikian
bertindak sebagai the ‘royal’ gouvernment, dan DPR bertindak
sebagai the loyal opposition.
Presiden
disebut eksekutif atau bahkan eksekutif par excellence, yang
berwenang menjalankan pemerintahan untuk melaksanakan tugas yang
ditetapkan undang-undang. Sementara DPR disebut legislatif karena
menjalankan fungsi legislasi, fungsi penganggaran dan fungsi
pengawasan.
Dalam
menjalankan fungsi legislasi DPR adalah pembentukan undang- undang
(lawmaker), bahkan pemegang kekuasaan pembentukan undang-undang.
Rancangan undang-undang (RUU) baik yang datang dari DPR maupun yang
diajukan presiden dibahas bersama-sama antara DPR dan presiden untuk
mendapatkan persetujuan bersama. Presiden melaksanakan APBN, DPR
mengawasi pelaksanaannya. Dalam fungsi pengawasan itu DPR alat
kelengkapan berupa hak interpelasi (hak mengajukan pertanyaan), hak
angket (hak untuk melakukan penyelidikan), dan hak menyatakan
pendapat terhadap kebijakan pemerintah yang memiliki dampak besar
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara maupun terhadap dugaan bahwa
presiden dan/atau wakil presiden melakukan tindak pelanggaran hukum
seperti korupsi, penyuapan, dan pidana berat lain, melakukan
perbuatan tercela, atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden
dan/atau wakil presiden.
Presiden tidak dapat dimakzulkan dalam masa jabatannya kecuali
melanggar hal-hal yang tercantum dalam UUD 1945 Pasal 7A yang
berbunyi: “Presiden dan/atau wakil presiden dapat diberhentikan
dalam masa jabatannya oleh MPR atas usul DPR, baik apabila terbukti
telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap
negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau
perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat
sebagai presiden dan/atau wakil presiden.”
DPR
bisa menyatakan pendapat yang dimilikinya bahwa presiden telah
melakukan pelanggaran hukum dan tindak pidana berat lain atau
perbuatan tercela atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai
presiden/wakil presiden tersebut. Adapun pemeriksaan, penyelidikan,
dan keputusan atas pendapat DPR tersebut menjadi wewenang sepenuhnya
Mahkamah Konstitusi (MK) sesuai dengan hukum acara di sana. Bahkan
lebih jauh dari itu, ketika seandainya MK telah membuktikan kebenaran
pendapat DPR sekalipun dan DPR mengajukan usulan kepada Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk memberhentikan presiden/wakil
presiden, MPR dapat saja tidak memberhentikannya. Presiden/wakil
presiden masih juga diberi kesempatan untuk memberikan penjelasan
atas keputusan MK yang menyatakan presiden telah terbukti bersalah.
Penjelasan presiden/wakil presiden tersebut toh bisa saja diterima
oleh MPR. Walhasil, dalam UUD 1945 sekarang ini kedudukan presiden
secara politik sangatlah kuat. Pintu pemakzulan (impeachment) memang
ada, tetapi jalannya sangat panjang dan berliku serta pintunya
sangat-sangat kecil. Berbeda dengan sebelum ada amendemen UUD 1945,
proses pemakzulan sepenuhnya politis dan itu hanya terjadi di dalam
(within) dua lembaga politik saja, yaitu DPR (ingat mekanisme
jatuhnya memorandum kepada presiden jika DPR menduga presiden
melanggar garis-garis besar daripada haluan Negara) dan MPR (melalui
Sidang Istimewa) saja.
Sementara
setelah amendemen pemakzulan presiden/wakil presiden merupakan
perpaduan atau gabungan antara proses politik dan proses hukum.
Pemakzulan bukan lagi hanya menjadi urusan DPR dan MPR, melainkan
juga memutlakkan peran dan wewenang MK. Bahkan menurut penafsiran
penulis MK-lah yang lebih menentukan secara signifikan: satu-satunya
lembaga negara yang berhak memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat
DPR mengenai pelanggaran tersebut di atas itu.
Jadi
dalam sistem presidensial, DPR tidak bisa menjatuhkan Presiden,
kecuali Presiden sendiri yang menjatuhkan dirinya sendiri melalui
tindak pelanggaran hukum, perbuatan tercela maupun tidak lagi
memenuhi syarat sebagai presiden/wakil presiden. Sebaliknya, presiden
tidak bisa membubarkan DPR. Keduanya tidak lebih tinggi atau lebih
rendah satu sama lain dan hanya bisa dibedakan dari perspektif fungsi
dan kewenangannya.
Mengenai DPR diatur
dalam pasal 19 – 22 UUD 1945. Susunan DPR ditetapkan dalam Undang –
Undang dan DPR bersidang sedikitnya sekali dalam setahun ( Pasal 19
). Mengingat keanggotaan DPR merangkap keanggotaan MPR maka kedudukan
Dewan ini adalah kuat dan oleh karena itu tidak dapat dibubarkan oleh
Presiden yang memegang kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan negara.
2.3 Dewan Perwakilan Rakyat
DPR memiliki kekuasaan membentuk UU ( pasal 20 ayat 1 ). Hal ini
berbeda dengan UUD 1945 sebelum amandemen 2002, dimana DPR nampak
lebih pasif karena sesuai dengan UUD sebelum amandemen pasal 20, DPR
dapat menyetujui RUU yang diusulkan pemerintah, dan pasal 21 berhak
mengajukan RUU. Menurut hasil amandemen 2002, DPR memiliki kekuasaan
membentuk UU dan mempunyai hak inisiatif yaitu hak untuk mengajukan
RUU ( Pasal 21 ayat 1 ).
Pasal 20 ayat (3) UUD 1945 menetapkan, bahwa jika RUU yang diajukan
pemerintah tidak mendapat persetujuan DPR, maka RUU itu tidak boleh
diajukan lagi dalam persidangan DPR pada masa itu. Pasal 21 ayat (2)
dinyatakan bahwa apabila RUU yang dikeluarkan DPR tidak disahkan
Presiden, maka tidak boleh diajukan dalam persidangan DPR pada masa
itu. Dalam pasal 22 UUD 1945, Perpu harus mendapat persetujuan dari
DPR.
Hasil amandemen 2002
dalam Pasal 20A dicantumkan hak dan fungsi DPR secara eksplisit ,
yaitu :
Fungsi
Legislasi, yaitu fungsi membentuk UU yang dibahas dengan Presiden
untuk mendapat persetujuan bersama.
Fungsi
Anggaran, yaitu fungsi menyusun dan menetapkan APBN bersama Presiden
dengan memperhatikan DPD
Fungsi
Pengawasan, yaitu fungsi melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
UUD 1945, UU, dan Peraturan Pelaksanaannya.
Interpenetrate,
adalah hak DPR meminta keterangan kepada pemerintahan mengenai
kebijakan pemerintahan.
Hak angket,
adalah hak DPR melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah
yang diduga bertentangan dengan Peraturan Perundang – Undangan.
Hak menyatakan
pendapat, yaitu hak DPR untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan
pemerintah.
Hak bertanya,
yaitu hak DPR bertanya kepada Presiden secara tertulis
Hak meminta
keterangan, yatiu hak DPR meminta keterangan kepada Presiden
sekurang – kurangnya 10 anggota dan secara tertulis.
Hak budget,
yaitu hak DPR ikut serta dalam menetapkan APBN.
Hak amandemen,
yaitu hak DPR untuk melakukan perubahan terhadap RUU yang diajukan
oleh Presiden.
Hak
penyelidikan, yaitu hak DPR untuk menyelidiki hal – hal tertentu,
minimal dilakukan oleh 20 anggota.3
Dengan
adanya wewenang DPR seperti diatas, maka sepanjang tahun dapat
terjadi musyawarah yang teratur antara Pemerintah dengan DPR dalam
menentukan kebijaksanaan dan politik pemerintah.
Dalam
pembentukan UU APBN harus ada persetujuan dari DPR. Jika DPR menolak
untuk memberikan persetujuannya terhadap anggaran yang diusulkan
pemerintah, maka pemerintah menjalankan anggaran tahun lalu ( Pasal
23 ayat 3 ). Dalam suatu kabinet Parlementer, penolakan terhadap
RAPBN dapat mengakibatkan berhentinya Menteri yang bersangkutan,
bahkan juga kabinet seluruhnya. Dalam hal ini, UUD 1945 menganut
sistim pemerintahan Presidensiil tidak mengakibatkan Pemerintah atau
Menteri harus diberhentikan.
Untuk
mencegah itu, maka UUD 1945 menetapkan anggarang tahun lalu.4Sejak
berlakunya UUD 1945 hingga sekarang, baru sekali saja DPR menolak
APBN yang akibatnya Presiden membubarkan DPR.5
BAB
3
Pembahasan
pembahasan
rumusan masalah
Bagaimana
sistem pemerintahan Presidensil menurut UUD 1945 ?
Sistim pemerintahan merupakan gabungan dari dua istilah “ sistim “
dan “ pemerintahan “. Sistim adalah keseluruhan, terdiri dari
beberap bagian yang mempunyai hubungan fungsionil terhadap
keseluruhannya, sehingga hubungan itu menimbulkan suatu
ketergantungan antara bagian-bagian yang akibatnya jika salah satu
bagian tidak bekerja dengan baik akan mempengaruhi keseluruhannya
itu. Pemerintahan dalam arti luas adalah segala urusan yang dilakukan
oleh negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan rakyatnya dan
kepentingan negara sendiri, yaitu melaksanakan tugas eksekutif,
legislatif, dan yudikatif. Namun, pemerintahan dalam arti sempit
hanya lembaga eksekutif saja.Pada garis besarnya, sistim pemerintahan
yang dianut oleh negara – negara demokrasi yaitu sistem Parlementer
dan Presidensiil. Namun, diantara kedua sistim ini terdapat variasi
karena pengaruh situasi dan kondisi yang berbeda yang disebut quasi
Parlementer atau quasi Presidensiil.Berdasarkan Pasal 4 dan 17 UUD
1945 Indonesia menganut sistem pemerintahan Presidensiil , yang
berarti presiden baik sebagai kepala negara tetapi juga sebagai
kepala pemerintahan dan mengangkat serta memberhentikan menteri yang
bertanggungjawab kepadanya.
ü Pasal 4 angka
(1) UUD 1945
“ Presiden
Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut
Undang-Undang Dasar. “
ü Psal 17 angka
(2) UUD 1945
“ Menteri –
menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh presiden.
__________________________________
1 Carl J. Fredrich,
Man and his Government, An Empirical Theory of Politics, New York, mc
Geaw Hill Book Coy, inc., 1963
Sebelum Amandemen, sempat dianggap bahwa Indonesia menganut sistim
quasi-Presidensiil, karena tercermin dalam Pasal 5 angka (1) dan 21
angka (2) UUD 1945 karena Presiden dan DPR bersama-sama membuat UU.
Pertanggungjawaban Presiden terhadap MPR tersebut mengandung
ciri-ciri parlementer dan juga kedudukan Presiden sebagai Mandataris
MPR pelaksana GBHN menunjukkan supremasi Majelis (Parliamentary
supremacy) yang melambangkan sifat dari lembaga pemegang kedaulatan
rakyat yang tidak habis kekuasaannya dibagi-bagikan kepada
lembaga-lembaga negara yang dibawahnya. Keuntungan dari sistim
presidensiil ialah bahwa pemerintahan untuk jangka waktu yang
ditentukan itu stabil.
Ciri – ciri sistim
pemerintahan Presidensiil , yaitu :
ü Presiden
sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.
ü Didasarkan
atas prinsip pemisahan kekuasaan.
ü Presiden tidak
dipilih oleh legislatif, tetapi oleh Badan Pemilih atau langsung oleh
rakyat. Serta tidak harus meletakkan jabatan jika ia kehilangan
dukungan dari sebagian besar anggota badan legislatif.
ü Presiden tidak
bertanggungjawab kepada kabinet, namun kabinet lah yang
bertanggungjawab kepada kepala eksekutif.
ü Presiden tidak
bisa membubarkan legislatif.
ü Menteri –
menteri sebagai pembantu presiden.
ü Masa jabatan
presiden ditentukan.
ü Pasal 4 angka (2) UUD 1945 :
“ Dalam melakukan
kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden.”
ü Pasal 5 UUD 1945 :
(1) “ Presiden
berhak mengajukan Rancangan Undang-Undang Dasar kepada DPR.”
(2) “ Presiden
menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan
Undang-Undangsebagaimana mestinya.”
ü Pasal 6A angka (1) UUD 1945 :
“ Presiden dan
Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh
rakyat.”
Menurut sistem
pemerintahan negara berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen 2002,
bahwaPresiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Berdasarkan
ketentuan tersebut, maka Presien memiliki legitimasi yang lebih kuat
dibandingkan dengan UUD 1945 sebelum amandemen. Demikian pula terjadi
pergeseran kekuasaan pemerintahan dalam arti, kekuasaan presiden
tidak lagi dibawah MPR melainkan setingkat dengan MPR. Namun hal ini
bukan menjadi diktator, sebab jika Presiden melakukan perbuatan
melawan hukum atau melanggar konstitusi maka MPR dapat melakukan
impeachment, yaitu memberhentikan Presiden dalam masa jabatannya
pasal 3 angka (3).
Dalam menjalankan
tugas pemerintahannya, Presiden dapat meminta pertimbangan kepada
suatu Dewan Pertimbangan. Sebelum amandemen, Dewan Pertimbangan ini
disebut Dewan Pertimbangan Agung ( Pasal 16 UUD 1945 ) yang
kedudukannya setingkat dengan Presiden dan DPR.
Wewanang Presiden antara lain :
ü Mengangkat dan
memberhentikan para Menteri
ü Membuat dan
mengesahkan Peraturan Pemerintah
ü Menetapkan
Perpu
ü Mengajukan
RAPBN
Adapun Wakil
Presiden adalah pembantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan
sehari-hari. Apabila Presiden berhalangan hadir atau tidak dapat
menjalankan tugas karena sesuatu hal, mati, sakit atau karena sebab
lainnya, bahkan apabila Presiden mangkat atau mengundurkan diri, maka
jabatan presiden diisi oleh Wakil Presiden secara otomatis.
Disamping
membantu Presiden, wakil Presiden memiliki tugas :
ü Memperhatikan
secara khusus menampung masalah – masalah dan mengusahakan
pemecahan masalah – masalah yang perlu, yang menyangkut bidang
tugas kesejahteraan rakyat.
ü Melakukan
pengawasan operasional pembangunan dengan bantuan departemen –
departemen, dalam hal ini inspektur – inspektur jendral dari
departemen yang bersangkutan.
Apa saja
lembaga – lembaga negara menurut UUD 1945 ?
Apakah
hubungan antara presiden dengan DPR ?
Presiden dan DPR
sama – sama memiliki tugas antara lain :
Membuat UU berarti
menentukan kebijakan politik yang diselenggarakan oleh Presiden (
Pemerintah ). Menetapkan Budget negara pada hakekatnya berarti
menetapkan rencana kerja tahunan. DPR melalui Anggaran Belanja yang
telah disetujui dan mengawasi pemerintah dengan eksekutif. Di dalam
pekerjaan untuk membuat UU, maka lembaga – lembaga negara lainnya
dapat diminta pendapatnya.
Sesudah DPR bersama
Presiden menetapkan UU dan RAPBN, maka di dalam pelaksanaannya DPR
berfungsi sebagai pengawas terhadap pemerintah. Pengawasan DPR
terhadap Presiden adalah suatu konsekuensi yang wajar (logis), yang
pada hakikatnya mengandung arti bahwa Presiden bertanggungjawab
kepada DPR dalam arti partnership.
Presiden tidak dapat
dijatuhkan oleh DPR, dan dengan pengawasan tersebut maka terdapat
kewajiban bagi pemerintah untuk selalu bermusyawarah dengan DPR
tentang masalah – masalah pokok dari negara yang menyangkut
kepentingan rakyat dengan UUD 1945 sebagai landasan kerjanya.
Hal ini tetap sesuai
dengan penjelasan resmi UUD 1945 dinyatakan bahwa Presiden harus
tergantung kepada Dewan. Sebaliknya, kedudukan DPR adalah kuat, Dewan
ini tidak dapat dibubarkan oleh Presiden. Oleh karena seluruh anggora
DPR merangkap menjadi anggota MPR, maka DPR dapat senantiasa
mengawasi tindakan-tindakan Presiden, dan jika Dewan menganggap bahwa
Presiden sungguh – sungguh melanggar Pidana atau konstitusi maka
Majelis itu dapat melakukan sidang istimewa untuk melakukan
impechment.
Bentuk kerjasama DPR
dan Presiden tidak boleh mengingkari partner legislatifnya. Presiden
harus memperhatikan, mendengarkan, berkonsultasi dan dalam banyak
hal, memberikan keterangan – keterangan serta laporan – laporan
kepada DPR dan meminta pendapatnya. Dengan adanya kewenangan DPR,
maka sepanjang tahun terjadi musyawarah yang diatur antara pemerintah
dan DPR, dan DPR mempunya kesempatan untuk mengemukakan pendapat
rakyat secara kritis terhadap kebijaksanaan dan politik pemerintah.
Apabila DPR
menganggap Presiden melanggar melanggar Haluan Negara, maka DPR
menyampaikan memorandum untuk mengingatkan Presiden. Apabila dalam
waktu tiga bulan Presiden tidak memperhatikan memorandum DPR
tersebut, maka DPR menyampaikan memorandum yang kedua. Apabila dalam
kurun waktu satu bulan memorandum yang ke dua tidak diindahkan oleh
Presiden, maka DPR dapat meminta MPR mengadakan sidang istimewa untuk
mengadakan impeachment.
Selain hubungan –
hubungan diatas, Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang,
membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain. Jadi dalam
hubungan Presiden dengan DPR, tidak dikenal sistem oposisi seperti
dalam sistem Parlementer, tetapi ada sistem koreksi yang konstruktif
karena antara Presiden dan DPR terdapat hubungan kerja yang erat.10
Dalam bukunya Joeniarto, “ Sumber-Sumber Hukum Tata Negara
Indonesia ”, bahwa Presiden harus mendapat persetujuan DPR untuk
membentuk UU ( Gesetzgebug ) dan untuk menetapkan APBN (
Staatsbegroting ). Oleh karena itu, kedudukan Presiden tidak
bergantung kepada Dewan.11
analisa
kasus terkait antara teori dan kenyataan
peninjauan terhadap
kenyataan sistem permerintahan, hubungan anatar lembaga eksekutif dan
legislatif pada saait ini.
Presiden dalam
Kekuasaan Pemerintahan Negara
Oleh : Rachmad
Yuliadi Nasir | 07-Feb-2012, 12:40:35 WIB
KabarIndonesia -
Pemegang kekuasaan legislatif atau kekuasan untuk membuat
undang-undang menurut UUD 1945 melibatkan Presiden dan DPR. Setelah
dilakukan amanden terhadap UUD 1945, terjadi pergeseran peranan dalam
pembuatan undang-undang. Sebelumnya, Presiden memegang kekuasaan
membentuk undang-undang dengan persetujuan DPR. Setelah amandemen,
DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Rancangan
undang-undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat
persetujuan bersama.Pemegang kekuasaan eksekutif atau kekuasaan untuk
melaksanakan undang-undang menurut UUD 1945 berada di tangan
Presiden. Inilah pengertian kekuasaan pemerintahan dalam arti sempit.
Presiden adalah kepala pemerintahan, yang dalam tugasnya dibantu oleh
menteri-menteri. Presiden bersama para menteri disebut kabinet.Adapun
UUD 1945 RI antara lain memuat Bab III yang berjudul: Kekuasaan
Pemerintahan Negara. Bab III ini terdiri dari 12 pasal, Yaitu pasal
4-pasal 15. Berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 UUD 1945, Negara Indonesia
adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Berdasarkan hal itu
dapat disimpulkan bahwa bentuk negara Indonesia adalah kesatuan,
sedangkan bentuk pemerintahannya adalah republik. Selain bentuk
negara kesatuan dan bentuk pemerintahan republik, Presiden Republik
Indonesia memegang kekuasaan sebagai kepala negara dan sekaligus
kepala pemerintahan. Hal itu didasarkan pada Pasal 4 Ayat 1 yang
berbunyi, "Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar." Dengan demikian,
sistem pemerintahan di Indonesia menganut sistem pemerintahan
presidensial.
Ciri-ciri dari
sistem pemerintaha presidensial adalah sebagai berikut:
Penyelenggara
negara berada ditangan presiden.Presiden adalah kepala negara
sekaligus kepala pemerintahan.Presiden tidak dipilih oleh parlemen,
tetapi dipilih langsung oleh rakyat atau suatu dewan majelis.Kabinet
(dewan menteri) dibentuk oleh presiden. Kabinet bertangungjawab
kepada presiden dan tidak bertanggung jawab kepada parlemen atau
legislatif.
Presiden tidak
bertanggungjawab kepada parlemen. Hal itu dikarenakan presiden tidak
dipilih oleh parlemen.Presiden tidak dapat membubarkan parlemen
seperti dalam sistem parlementer.Parlemen memiliki kekuasaan
legislatif dan sebagai lembaga perwakilan. Anggota parlemen dipilih
oleh rakyat.Presiden tidak berada dibawah pengawasan langsung
parlemen.
Kelebihan Sistem
Pemerintahan Presidensial:
Badan eksekutif
lebih stabil kedudukannya karena tidak tergantung pada parlemen. Masa
jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu tertentu.
Misalnya, masa jabatan Presiden Amerika Serikat adalah empat tahun,
Presiden Indonesia adalah lima tahun.
Penyusun program
kerja kabinet mudah disesuaikan dengan jangka waktu masa jabatannya.
Legislatif bukan
tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif karena dapat diisi
oleh orang luar termasuk anggota parlemen sendiri.
Kekurangan Sistem
Pemerintahan Presidensial :
Kekuasaan eksekutif
diluar pengawasan langsung legislatif sehingga dapat menciptakan
kekuasaan mutlak.
Sistem
pertanggungjawaban kurang jelas.
Pembuatan keputusan
atau kebijakan publik umumnya hasil tawar-menawar antara eksekutif
dan legislatif sehingga dapat terjadi keputusan tidak tegas dan
memakan waktu yang lama.
BAB
4
Penutup
Kesimpulan
Salah satu tuntutan reformasi 1998 adalah dilakukannya amandemen
terhadap UUD 1945. Pada kurun waktu 1999 – 2002 telah mengalami
empat kali amandemen yang ditetapkan dalam sidang umum dan sidang
tahunan MPR. Salah satu tujuan amandemen dalah untuk menyempurnakan
pembangian kekuasaan mengenai lembaga – lembaga negara.
Dari
hasil amandemen 2002, lembaga – lembaga negara yang kewenangannya
diatur dalam UUD 1945 terdiri dari Presiden & Wakil Presiden.
MPR, DPR, DPD, BPK. MK, dan MA. Dalam makalah ini dibahas mengenai
hubungan antara Presiden dengan MPR dan DPR.
Kesimpulan
penulis dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut sistem presidensil
setelah kemerdekaan, yaitu lembaga eksekutif diluar pengawasan
lembaga legislatif.
2. Dalam UUD 1945 setelah amandemen, lembaga – lembaga Negara
terdiri dari Presiden dan wakilnya, DPR, MPR, DPD, MA, MK, dan BPK.
3. Hubungan antara presiden dengan MPR yaitu MPR dapat
memberhentikan presiden apabila presiden telah melakukan perbuatan
melawan hukum. Sedangkan hubungan antara presiden dengan DPR yaitu
mereka sama-sama membuat UU dan menetapkan APBN. Selain itu juga DPR
dapat melakukan sidang istimewa untuk melakukan impeachment terhadap
presiden.
Kritik dan
Saran
Daftar
Pustaka
Sri Sumantri. 1969.
Dalam bukunya tentang DPR. Hal. 66 – 67.
10 Prof.Drs.C.S.T.
Kansil, S.H., dan Christine S.T. Kansil, S.H., M.H., Hukum Tata
Negara, Jakarta : Rineka Cipta. Hal.177.
11 Joeniarto, S.H.,
Selayang Pandang Tentang Sumber – Sumber Hukum Tata Negara
Indonesia (Yogyakarta : Liberty ). Hal. 77.
10 Prof.Drs.C.S.T.
Kansil, S.H., dan Christine S.T. Kansil, S.H., M.H., Hukum Tata
Negara, Jakarta : Rineka Cipta. Hal.177.
11 Joeniarto, S.H.,
Selayang Pandang Tentang Sumber – Sumber Hukum Tata Negara
Indonesia (Yogyakarta : Liberty ). Hal. 77.